Saturday, December 13, 2014

Kabupaten Sragen Jawa Tengah Indonesia

TAMAN SEMANGGI - JAKARTA

TAMAN SEMANGGI - JAKARTA

Taman ini terletak di dalam bundaran Semanggi. Jika dilihat dari udara, Bundaran Semanggi berbentuk lingkaran-lingkaran yang menghubungkan Jl. Sudirman dengan Jl. Gatot Subroto. Bundaran Semanggi sendiri dibangun olen presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Pada saat itu, pusat kota Jakarta masih di sekitar Monas.



Jika dilihat dari bawah, kita tidak akan bisa membayangkan bagaimana bentuk aslinya. Bahkan saya sering bingung waktu lewat jalan tersebut melalui jalur lambat karena tampak membingungkan arahnya. Saat ini pemerintah provinsi DKI tengah giat-giatnya menghijaukan kota Jakarta baik dengan menormalisasi lahan atau mengoptimalkan lahan yang ada untuk Ruang Terbuka Hijau. Salah satu lahan yang digarap adalah Taman Semanggi. Saya melihat pemerintah provinsi begitu serius menata ruang terbuka hijau yang ada di ibu kota. Hasilnya, semua taman kota menjadi lebih hijau dan terawat dengan banyak. Tidak sampai situ karena pemerintah juga menambah lagi beberapa ruang terbuka hijau.

Barangkali taman ini akan menjadi taman yang paling aman dari warga yang suka iseng merusak atau menduduki fasilitas umum di kota Jakarta. Hal itu lebih dikarenakan lokasi Taman Semanggi yang tidak mudah diakses oleh warga karena diposisikan di tengah persimpangan jalan yang tidak ada tempat untuk parkir baik roda dua maupun roda empat. Bahkan pejalan kaki pun tentu akan jarang melewati taman tersebut karena memang tidak dirancang untuk mereka. Kita semua tahu bahwa setiap fasilitas umum di ibu kota terutama yang berbentuk ruang terbuka ujung-ujungnya akan diokupasi oleh para pedagang asong, pedagang kopi keliling, pemulung, tukang ojek, pengemis, gelandangan dll. yang selain memperburuk pemandangan, juga merusak. Mereka seenaknya buang sampah atau menggunakan fasilitas umum seolah milik sendiri. Di sisi lain, petugasnya tidak tegas menanganinya sehingga makin hari makin bertambah banyak.



Momen yang paling nyaman untuk menikmati Taman Semanggi adalah pada saat hari minggu. Pada jam 7 hingga jam 11 siang, Jl. Sudirman dibebaskan dari semua kendaraan untuk keperluan Car Free Day. Nah, saat itu lah warga dapat leluasa mondar-mandir beratus kali di sekitar Taman Semanggi. Warga bebas duduk-duduk di pinggirnya sambil berfoto atau hanya sekedar menikmati udara sejuk dan pemandangannya yang indah. 

Satu hal yang membuat Taman Semanggi lebih spesial adalah karena dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Pemandangan kontras yang justru menambah daya tarik tersendiri buat berfoto ria. Apalagi pada saat Car Free Day, jalanannya benar-benar terbebas dari kendaraan sehingga tampak lebih bersih.



Putaran menuju Jl. Gatot Subroto, latar belakang Gedung BRI

Suasana saat Car Free Day, latar belakang BEJ

Bagi Anda yang ingin menikmati Taman Semanggi, silakan bergabung dalam kegiatan Car Free Day setiap hari Minggu. Di sana Anda dapat melakukan berbagai kegiatan seperti jogging, jalan santai, sepeda santai, menikmati waktu bersama keluarga, melihat atraksi dadakan, belanja-belanja, dan tidak lupa wisata kuliner. Anda bisa mampir ke GBK Senayan, Bundaran HI, atau Monas untuk melihat event-event yang biasa diadakan oleh para sponsor atau duduk-duduk saja di sekitar Taman Semanggi.

Monday, December 1, 2014

WISATA KOTA RANGKASBITUNG - Backpacking

WISATA KOTA RANGKASBITUNG

Perjalanan saya mulai dari stasiun Tebet dengan menggunakan KRL ke Tanahabang. Sampai di stasiun Tanahabang sekitar jam 07.30 saya langsung membeli tiket kereta Rangkas Jaya secara langsung ke loket. Harga tiket kereta Rangkas Jaya adalah Rp 15K saja dengan rangkaian ekonomim AC, hmm... murah banget, padahal BBM baru saja naik dua ribu perak.


Kereta Rangkas Jaya bertolak dari Tanahabang sekitar jam  delapan lewat lima menit sesuai dengan yang tertera di tiketnya. Rupanya saat itu banyak juga yang bepergian ke Rangkasbitung. Saya selalu berpikir kalau perjalanan ke Rangkasbitung itu pasti sepi karena Rangkas bukanlah kota besar seperti yang saya ketahui.  Ternyata dugaan saya pun salah kaprah dan untung saya tidak kehabisan tiket karena tidak memesannya terlebuh dahulu, wadoooh ... terlalu meremehkan ya ..


Selama di perjalanan saya cukup menikmati waktu karena memang benar bahwa suasana dalam kereta lumayan nyaman dan dingin (walau agak lembab) ... kereta ekonomi sekarang sudah bisa diandalkan. Dalam satu gerbong yang sama dengan saya ada sekelompok anak muda yang entah mau kemana mereka, yang jelas mereka tampak sangat girang dan menikmati waktunya sampai-sampai lupa kalau bercandanya telah membuat berisik seisi gerbong, ... untung saya memakai headset jadi tidak mempan akan celotehnya yang hingar bingar - daaaag jamur!!!


Perjalanan ke Rangkasbitung dari Tanahabang makan waktu sekitar dua jam kalau lancar - tepatnya 1.40 menit. Perjalanannyan melalui banyak persawahan dan bentang alam yang hijau, sehingga saya merasa sangat damai dan tidak merasa bosan, I love Indonesia!!! Terlebih lagi waktu itu sudah mulai masuk musim penghujan sehingga suasana pun tidak gersang.


Selepas stasiun Parungpanjang, lintasan rel nya tidak lagi ganda sehingga terpaksa beberapa kali kereta harus berhenti menunggu kereta lain yang mau melintas, wkwkwkw! Akhirnya kereta terlambat tiba di Rangkasbitung agak lama dari waktu yang tertera di tiketnya... aku rapopo (kata penyanyi dangdut) namanya juga menikmati waktu jadi tidak peduli mau terlambat berapa jam pun.



Stasiun Rangkasbitung, peron

Stasiun Rangkasbitung, lobby
Tiba di stasiun, seperti biasa saya menunggu lama untuk melihat situasi dan menikmatinya. Sayangnya, waktu itu penumpang begitu banyak bertebaran disana-sini sehingga tampilan stasiun Rangkasbitung menjadi tidak jelas karena terhalang oleh manusia. Tampilan stasiun Rangkasbitung sendiri tidak serapih stasiun di kota lain di Jawa. Tata letaknya maupun ketertiban penumpang dan pengantar yang masih bebas mondar-mandir membuat kesan yang tidak nyaman. Bahkan ruang tunggu atau lobi yang tersedia pun tidak mempresentasikan sebuah stasiun level kabupaten. Area tiketingnya terlalu dekat dengan jalanan ditambah tidak ada pembatas yang aman sehingga para pemulung, tukang becak maupun tukang ojeg bebas berkeliaran kesana-kemari sulit dibedakan mana calon penumpang mana yang bukan ... mestinya mereka dikalungi label kali yak biar ketahuan yang mana siapa... wkwkwkwk.


Rujak super pedas pinggir jl. Hardiwinangun

Setelah mendapatkan momennya, saya lanjutkan dengan jalan kaki menyusuri jalan menuju arah selatan di antara pasar dan pertokoan hingga ketemu pedagang rujak uleg. Suasana panas saat ini membuat hasrat untuk makan yang pedas tiba-tiba muncul saat melihat pedagang rujak yang lagi selfie (sendirian maksudnya qiqiqiqi ...) Saya pesan rujak dengan level kepedasan yang paling tinggi dan luar biasa, dan hasilnya bisa ditebak. Saya dibuat repot karena harus mencari-cari minum di sekitar pedagang rujak tersebut, wadoooh dasyat banget cabe-cabenya. Beruntung di dekat situ ada penjual teh poci yang merangkap jadi tukang parkir (kreatif sekali dia). Dan dia berhasil meredam kepanasan cabenya tukang rujak.



Wisma Sugri

Saya lanjutkan perjalanan menggunakan becak yang mangkal di dekat situ. Saya minta untuk diantar ke Wisma Sugri di jalan yang sama hanya agak ke arah ujung dekat alun-alun kota. Tidak jauh dan tidak sulit mencapai wisma Sugri karena Rangkasbitung bukan kota besar. Seperti yang saya lihat di internet, wisma Sugri memiliki tampilan sederhana tetapi rapih dan bersih. Tanpa mendapat kesulitan berarti saya langsung memesan satu kamar single bed dengan fasilitas yang setara dengan Amaris Hotel atau Fave Hotel ... wkwkwk promosi! padahal gak dibayar. (setidaknya konsep minimalisnya sama).
Interior kamar

Interior lobi dan kamar di Wisma Sugri termasuk modern. Tata letak maupun mebelairnya pun dipilih untuk menyesuaikan dengan konsep minimalis elegan. Saya merasa nyaman dengan suasana kamar maupun lingkungannya. Wisma Sugri adalah wisma yang didirikan oleh persatuan guru se kabupaten Lebak (sotoy!) - begitu yang saya dengar. Di dalamnya terdapat banyak fasilitas pendukung dan satu hal yang menjadi kelebihannya adalah coffee shop dengan fasilitas karaoke bar selain beberapa ruang karaoke khusus (Aturannya Anda tidak boleh karaoke berpasangan ya ... minimal tiga orang).


Lobi Wisma Sugri
Setelah bersih diri alias mandi, saya lanjutkan dengan jalan keluar sekitar penginapan untuk melihat ada apa gerangan di luar sana. Sedikit saja saya jalan, ternyata saya sudah berada di sudut alun-alun sebelah utara lewat jalan Iko Jatmiko... waaah kepleset nyampe dong!!! Asyik, berarti malamnya saya tidak perlu bersusah payah untuk dapat menikmati pusat kegiatan warga di sana. Berhubung saya belum sempat makan nasi beserta sayur dan lauk pauknya pada waktu siang hari (pendeknya, makan siang qiqiqi ...), saya pun mencari pedagang makanan di sekitar situ yang tampak berjajar seperti pusat kulinernya Rangkasbitung.
Soto Alun-alun Rangkas

Rangkasbitung ternyata tidak memiliki kuliner khas sehingga terpaksa saya menyantap soto untuk makan siang saat itu. Aneh, soto di Rangkas memiliki tampilan yang tidak ada bedanya dengan yang ada di kota lain atau di Jakarta, namun cita rasanya sangat berbeda dan unik. Saya akui sotonya lebih sedap dan nikmat dibanding dengan sotoy -sotoy (soto maksudnya!) yang pernah saya makan di negeri lainnya. Baru juga makan soto, tidak lama kemudian hujan turun, wadoh... suasana menjadi semakin sejuk dan menenangkan batin ... wkwkwkwk Rangkas oh Rangkas! I love Indonesia!!!



Bangunan bekas rumah dinas Kepala Pengadilan Negeri Rangkas

Terpaksa saya harus duduk lama di situ sambil menunggu hujan berhenti. Tidak ada ruginya duduk di situ sambil mencermati kota Rangkas yang betul-betul tenang, sepi dan kecil. Denyut perekonomiannya tampak berjalan pelan sehingga tidak menunjukkan perkembangan fisik yang berarti. Bahkan di sekitar kawasan alun-alun yang nota bene sebagai distrik sentral tersebut masih dapat dijumpai bangunan lama yang ditinggalkan fungsinya. Kondisi tersebut menimbulkan kesan kumuh dan tak terawat untuk kota Rangkasbitung padahal bangunan tersebut tampak sebagai bangunan peninggalan masa kolonial, sayang sekali euy! Bahkan di sisi timur alun-alun ada plang Rumah Dinas Kepala Pengadilan Negeri Kabupaten Lebak dengan bangunan lama yang sekitarnya ditumbuhi ilalang tinggi (wadooh... kemana pada, mereka semua hingga meninggalkan gedung yang begitu bersejarah).

Bangunan lain tanpa empunya


Alun-alun Rangkasbitung seperti di kota lain adalah pusat dari kegiatan warganya serta sebagai titik kumpul. Tampak beberapa warga tengah melakukan aktifitas mereka di ruang terbuka tersebut. Ada yang hanya sekedar duduk-duduk, berolahraga, atau berputar-putar. Selain itu, alun-alun juga sebagai pusat pemerintahan kabupaten Lebak dimana dapat dilihat di sebelah selatan bangunan megah dengan judul Kantor Bupati, Pendopo, dan Gedung DPRD. Sedangkan di sisi barat terdapat masjid Agung Rangkasbitung.



Setda & Kantor Bupati Lebak


Pendopo Kabupaten Lebak


Parade di depan kantor DPRD Lebak


Masih di sekitar alun-alun, di sisi timur terdapat Badan Kepegawaian dan Dinas Kependudukan yang berada di sudut jalan dengan bangunan bernuansa modern. Di sisi utara barat (barat daya), ada rumah sakit umum daerah dan jalan protokol Rangkasbitung yaitu Jl. Multatuli sebagai penengara kota. Dengan irama kota yang tenang seperti itu, Rangkasbitung agak sulit melebarkan pembangunan fisiknya ke arah luar mengingat yang di dalam kota saja masih terlihat kosong. Ironisnya, kabupaten Lebak adalah sebuah kabupaten di Banten yang memiliki wilayah paling luas dibandingkan dengan kabupaten lain. Dengan asumsi sumber daya alamnya yang lebih banyak dan melimpah, idealnya Rangkasbitung dengan Lebak sebagai wilayah kekuasaan harusnya menjadi daerah besar dan maju ya,... entahlah.

Alun-alun berlatar belakang Masjid Agung Rangkasbitung

Salah satu penengara kota Rangkas adalah masjid agungnya yang memang tampak agung dengan menara yang megah. Masjid ini berada di sisi barat alun-alun berseberangan dengan Rumah Sakit Umum Daerah. Barangkali menara masjid tersebut adalah satu-satunya struktur tinggi yang ada di kota Rangkas sehingga akan selalu terlihat dari sisi mana pun.


Pada malam hari, alun-alun sebagai titik kumpul warga juga tidak begitu hingar bingar. Pusat kuliner berada di sisi utara dengan pilihan makanan yang tidak terlalu variatif. Sedangkan di sisi timur alun-alun dipenuhi oleh pedagang dadakan di sepanjang jalan. Mereka berjualan semacam suvernir atau semacamnya dalam rangkaian kios tenda yang dipasang rapih. Sayangnya waktu itu hujan rintik-rintik ketika saya sampai di lokasi sehingga pedagangnya langsung pada bubar, wah... belum juga sempat lihat eee .. dah pada beres-beres aja!

Bakso Mas Rudi Cempa

Setelah puas di alun-alun, teman saya yang menetap di Rangkasbitung bergabung dengan saya. Kami pun berkeliling kota dengan motor biar lebih lincah dan mudah. Setelah berputar kota yang berukuran kecil tersebut, kami mampir di sebuah kedai bakso. Dari luar nampak banyak pelanggan keluar masuk kedai sehingga kami tergugah untuk mencicipinya. Namanya Bakso Mas Rudi asal Solo. Untuk waktu yang agak gerimis tersebut memang cocoknya makan yang panas-panas semacam bakso... hmmm yummy!!!


Agak ke arah Kota Pandeglang tetapi masih di sekitar kota Rangkas, saya ditunjukkan oleh teman beberapa resto yang bernuansa alam. Seperti resto di tempat lain, resto di sana juga mengadopsi konsep natural seperti di sawah yang ada pondokan dan kolam. Selain menikmati suasananya, saya juga menikmati menu yang khas dengan budaya Sunda. Saya pun memesan hidangan favorit di resto tersebut yaitu ikan gurame. Untuk berdua, ikan gurame itu terlalu besar apalagi ditambah dengan menu lain yang menambah penuh perut. 








Nah... di Jalan Multatuli juga ada sebuah kafe yang cukup cozy. Menu makanan dan minumannya lumayan menarik dan yummy. Waktu itu saya masih punya waktu sekitar satu jam untuk ke stasiun yang tidak jauh dari kafe tersebut. Daripada saya bingung ngapain di stasiun yang tidak begitu luas itu, maka saya dan teman langsung masuk saja memilih posisi yang paling cozy... kebetulan waktu kami datang itu masih kosong. Tidak lama kami duduk, datanglah segerombolan ibu-ibu alias emak-emak dengan dandanan perlente. Menurutku, mereka itu adalah komunitas ibu-ibu pejabat setempat kalau dilihat dari mobilnya yang cukup berkelas untuk warga Rangkas. Benar saja, mereka bercanda, foto-foto bersama, dan yang tidak ketinggalan adalah arisan... hmmm dasar emak-emak! Di kafe itu juga banyak berdatangan anak-anak muda baik berpasangan maupun berkelompok... yaa cukup memberi kenyamanan jika Anda mampir ke Rangkas Bitung.

Menu yang kami santap waktu di kafe & net

Ini dia menu kami waktu quality time malam hari di Wisma Sugri


Suasana alun-alun Rangkasbitung

Pagi harinya, Suasana Rangkasbitung saat itu sama sekali tidak ada matahari. Saya duduk menikmati suasana yang begitu sejuk karena semilir angin yang bertiup sepoi-sepoi basah. Di sekitar alun-alun ada anak-anak marching band lokal sedang mempersiapkan perlombaan untuk hari berikutnya, wah lumayan ada tontonan gratis. Sedangkan di dalam lapangan banyak warga yang tengah berlatih atau sekedar berolahraga ringan. Nampak pula beberapa keluarga dengan anak-anaknya berputar-putar di alun-alun (kaya gasing dong!). Sungguh suasana ideal untuk bersantai menikmati hari libur dan mensyukuri pemberian Tuhan. Life is so simple and easy!!!
Aktifitas warga di alun-alun


Alun-alun Rangkasbitung saat pagi hari


Sebelum pergi ke alun-alun pagi itu, saya menyempatkan diri untuk melihat danau yang tidak jauh dari wisma Sugri. Saya menemukannya dari google map malam sebelumnya. Daripada penasaran, pagi-pagi setelah mandi saya langsung bergegas memenuhi rasa penasaran saya. Dan benar saja, dengan suasana pagi yang sejuk, semilir angin dan situasi kota yang tenang tersebut, saya ditunjukkan sebuah danau kota yang mendamaikan hati. Teman saya menyebutnya dengan sebutan 'Balong' yang dalam Bahasa Sunda artinya kolam. Saya luangkan waktu di situ beberapa saat sambil melihat warga yang memancing di pinggir danau tersebut.


Kolam kota (Balong) Rangkasbitung


Mainan anak di kolam kota Rangkasbitung
Mari kita ciptakan kebahagiaan kita sendiri. Jangan menunggu bahagia itu datang karena dia tidak akan datang kecuali kita ciptakan. Jangan jadikan kebahagiaan itu sebagai tujuan hidup karena kebahagiaan itu harus ada dalam setiap saat kita mejalani hidup ini. Hidup bahagia!!! Selamat jalan-jalan ya.. tetapi kalau bisa di Indonesia saja. I love Indonesia!!!

Jika Anda ingin menengok bagaimana tampilan kota Rangkas dalam bentuk video singkat, silakan klik pranala yang ada di bawah ini. Wassalam ... ***

https://www.youtube.com/watch?v=kilwk3s6Hi8

Monday, November 17, 2014

WISATA KOTA SUKABUMI - Backpacking

WISATA KOTA SUKABUMI - JAWA BARAT

Bagi saya, Sukabumi adalah miniaturnya kota Bandung meski suhu udaranya tidak sesejuk Bandung - menurut penilaian pribadi loh. Dengan ukuran kota yang tidak besar namun dengan variasi kuliner yang beragam menjadikan Sukabumi lebih mudah dikuasai dari segi mobilitas pelancong dibandingkan dengan Bandung, terlebih lagi aksesibilitas di kota Sukabumi cukup memadai. Saya amati di setiap sudut jalan banyak sekali angkutan kota atau angkot yang berseliweran. Hal tersebut sangat membantu warga atau pelancong untuk mondar-mandir. Kondisi seperti itu tampak mirip dengan tampilan kota Bandung. Jalanannya tidak begitu besar namun padat oleh kendaraan serta pedagang.

Untuk saat ini, moda transport termudah dan paling terjangkau dari Jakarta adalah kereta api. Setelah sekian puluh tahun tidak dioperasikan, jalur kereta api Bogor - Sukabumi akhirnya diaktifkan kembali beberapa tahun yang lalu. Hal tersebut disambut baik oleh warganya, terbukti dengan selalu penuhnya kereta Pangrangro setiap akhir pekan. Saya bahkan pernah dua kali menjadi korbannya. Tanpa pengetahuan yang cukup, dengan percaya diri saya langsung ke Bogor naik KRL dari Tebet. Setibanya di stasiun, petugas mengumumkan bahwa untuk perjalanan hari itu dan esoknya sudah habis terjual. Wah, gigit jari akhirnya saya harus pulang dengan tangan kosong. Konyolnya, saya ulangi untuk kali kedua pada kesempatan yang berbeda, wkwkwk...  Tidak ingin gagal ketiga kalinya, saya pun memesan tiket via online alias lewat internet. Harga tiket kereta ekonomi adalah Rp 20K sedangkan tiket eksekutif sebesar Rp 50K, sangat terjangkau kan? Oya, kereta api ke Sukabumi tidak memiliki kelas bisnis seperti kereta jurusan ke kota lainnya. Nama kereta api ke Sukabumi adalah KA Pangrango dengan tujuan akhir kota Cianjur.

Stasiun Sukabumi, peron
Stasiun kereta api Sukabumi juga masih kelihatan seolah stasiun yang sudah lama tidak digunakan. Tampilan fisiknya tampak seperti bangunan bersejarah yang baru direnovasi. Hal itu sangat beralasan karena jalur ini adalah jalur yang telah mati lama kemudian dihidupkan kembali. 








Interior stasiun Sukabumi
Setibanya di stasiun Sukabumi, saya duduk sejenak menikmati suasana stasiun sambil melihat keadaan sekitar. Dengan bekal peta google yang sangat membantu, saya pun melanjutkan jalan kaki saya menyusuri jalan stasiun timur menuju jalan protokol Sukabumi yang mengarah ke alun-alun kota sebagai pusat aktifitas warga. 
Protokol Sukabumi, jalan A. Yani




Tidak sulit bagi orang baru di Sukabumi untuk menemukan jalan protokol sebagai poros utamanya karena hanya beberapa meter saja jaraknya dari stasiun. Serasa seperti di Bandung, jalan protokol tersebut cukup sempit namun sangat berjejal oleh kendaraan dan sesak oleh pedagang di sepanjang trotoar, terutama di seputar pasar atau pusat pertokoannya.





Kubah Masjid & Gerbang menuju taman

Setelah melewati keruwetan pusat perbelanjaan tersebut, saya pun menemukan kubah masjid berwarna emas dan saya bisa tebak itu adalah masjid raya yang terletak di seputaran alun-alun atau semacamnya. Benar saja, saya melihat ada sebuah gerbang yang mengarah ke sebuah taman kota dimana dapat saya lihat banyak anak muda beraktifitas sambil menikmati suasana jelang sore. 




Taman kota sukabumi
Perjalanan saya lanjutkan ke arah utara hingga saya menemukan sebuah ruang terbuka berbentuk lapangan. Rupanya di situ lebih banyak warga kota yang melakukan kegiatan olahraga atau hanya sekedar duduk-duduk menikmati suasana sore setelah terik siang mulai memudar. Di sisi utaranya terdapat tulisan besar dengan tajuk 'Taman Lapang Merdeka' terbuat dari logam stainless. Sementara di sisi sebelah barat tampak sebuah bangunan megah seperti gedung Mahkamah Agung di Jakarta. Setelah saya konfirmasi ternyata bangunan megah tersebut adalah Islamic Center Sukabumi, waaaah... hebat juga ya! Salut, salut, salut!!!
Lapang Merdeka: salah satu pusat kegiatan warga
Secara keseluruhan saya suka sekali menikmati dan berada di salah satu sudut kota Sukabumi ini. Sayangnya saat saya berada di situ suasananya sangat kering karena memang di Indonesia tengah mengalami musim kemarau panjang yang tak kunjung usai. Saya yakin ketika segala sesuatunya dalam keadaan normal, pasti tampak asri, teduh dan mendamaikan. I love Indonesia!!!

Sejenak saya menikmati suasana yang ada sambil menyantap tahu gejrot khas Cirebon yang sedang berjualan di Sukabumi ... jauh sekali pengembaraannya ya. Sambil berbincang dengan warga setempat yang sedang santai di pinggir lapangan yang juga berfungsi sebagai pusat rekreasi ringan dan olahraga, saya terus mengamati keadaan sekitar, sungguh mendamaikan. Kebahagiaan itu bermulai dari diri dan harus kita ciptakan sendiri, jangan menunggunya karena kebahagiaan itu tak akan pernah menghampiri orang yang pasif menunggu.

Islamic Center Sukabumi
Gedung Juang 45 Sukabumi
Keluar sedikit dari lapangan ada sebuah bangunan megah bersejarah. Ternyata bangunan tersebut adalah Gedung Juang atau semacamnya, saya tidak menanyakan kepada orang sekitar sebenarnya apa fungsi gedung itu atau bagaimana sejarahnya. Saya terus saja berjalan menyusuri jalan Suryakencana ke arah utara atau ke arah atas. Seperti info dari mbah google bahwa di jalan tersebut ada hotel yang murah meriah - bukan mewah meriah. Sambil jalan, dapat saya jumpai begitu banyak penjual makanan yang bervariasi persis seperti di Bandung. Saya pun merasa tenang karena tidak bakal kehabisan stok makanan selama mau sedikit berjalan. 

Hingga akhirnya saya menemukan hotel yang saya cari di sekitar jalan Suryakencana. Letaknya agak ke atas yaitu menuju ke daerah wisata Selabintana - itu salah satu alasan saya pergi ke Sukabumi. Untuk membuat tenang, saya sempatkan tanya hal yang masih gamang kepada petugas front office hotel sembari check in. Mereka sangat membantu dan membuat saya semakin tenang untuk berkeliling setelah selesai membersihkan badan dan sebagianya. 


Malam harinya sesuai dengan rencana, saya mulai berkeliling ke tempat-tempat yang direkomendasikan oleh petugas hotel dan mbah google. Wow... Sukabumi memang bertabur kuliner saat malam tiba. Di sepanjang jalan dan di sudut-sudut kota bertaburan tempat untuk menikmati berbagai macam kudapan yang terjangkau namun memuaskan. Datang dan nikmatilah Sukabumi apa adanya dan ada apanya, dijamin puas! Seharusnya Anda malu jika belum tahu banyak Indonesia tetapi sudah pecicilan sampai New York dan lain-lain. Saya tidak bisa menikmati banyak makanan karena kapasitas perut yang tidak mendukung. 

Bubur pengkolan Sukabumi di jalan Suryakencana

Kata mbah google, bubur Bunut adalah yang paling terkenal di Sukabumi, sayangnya saya baru mengingatnya setelah menyantap bubur yang lain yaitu bubur Pengkolan yang tidak jauh dari tempat saya menginap, wkwkwk... sekali lagi masalah kapasitas perut. Pada malam hari, juga ada kudapan khas yang dapat Anda temui di jalan Gudang. Nama kudapan tersebut adalah bandros yang dalam istilah orang Jakarta biasa dikenal sebagai kue pancong. Mereka melayani pelanggannya pada malam hari sampai pagi saja, jadi Anda tidak akan mendapatkannya waktu siang - mereka pada boci alias bobo siang (sok tau).


HARI KEDUA

Wah, setelah bangun tidur saya harus sepagi mungkin check out untuk mengejar waktu ke Selabintana karena saya belum paham angkutan kesana. Menurut petugas hotel, dari depan hotel yang terletak di jalan Suryakencana tersebut saya cukup naik sekali saja lantas akan langsung diantar sampai gerbang Selabintana. Wow ... baik benar ya sopir angkotnya, karena sepengetahuan saya Selabintana itu berada di luar kota Sukabumi alias sudah masuk wilayah kabupaten Sukabumi. Lebih tepatnya, Selabintana berada di lereng gunung Pangrango di sebelah utara kota Sukabumi. 

Tidak sulit dan tidak lama saya menanti angkot yang dimaksudkan. Sekali lagi, untuk meyakinkan diri, saya pun menanyakan ulang kepada sopir angkot dengan pertanyaan yang sama seperti saat nanya kepada petugas hotel, dan tentu saja jawabannya juga sama. Yah, cape deh! Kirain bakalan berbeda biar jadi surprised.

Selama di perjalanan yang tidak membosankan, karena banyak pemandangan baru, saya berbincang banyak dengan sopir angkot yang sangat ramah dan membantu sekali dalam memberi arahan tentang segala sesuatunya. Wah ... hebat, hebat, hebat! Hidup pak sopir. Sayangnya saya tidak menanyakan namanya siapa atau hobinya apa ... wkwkwk. Dengan perjalanan yang begitu jauhnya ternyata ongkosnya cuma 3 ribu saja... wow! Menyenangkan sekali rasanya, padahal saya sudah siapkan anggaran sebesar 20 ribu, hmm ... sing mboten-mboten!

Setibanya di gerbang Selabintana, saya langsung bergegas beli tiket masuk, kalau tidak salah harganya 8 ribu. Mumpung masih pagi pula, saya langsung naik menyusuri jalan yang ada entah kemana jalan yang penting masih dalam area resor. Sangat menyejukkan memandang pemandangan yang masih hijau ke segala penjuru arah di saat musim kemarau yang panjang itu.

Di bawah ini adalah beberapa foto situasi dan kondisi Selabintana:










































Saya meluangkan waktu cukup lama di Selabintana sambil menikmati alam yang hijau dan luas. I love Indonesia! Saya sengaja menyusuri perkebunan teh untuk mengambil gambar dari berbagai sudut, sungguh sangat menyejukkan hati. Ketika selesai berputar-putar (kaya gasing), saya langsung mencari kudapan yang mengundang selera waktu itu. Dan saya melihat ada seorang penjaja bakso di bawah pohon rindang dengan hamparan tikarnya yang begitu lebarnya sehingga sangat menggoda untuk mampir (bisa saja si emang eta teh). 


Saya tidak boleh terlalu lama diam di Selabintana karena bisa saja terlena dan ketinggalan kereta ke Jakarta. Segera setelah puas dengan suasana, saya pun turun ke kota lagi sambil menghabiskan waktu. Barangkali di kota lebih aman karena tidak terlalu jauh dari stasiun seandainya waktunya sudah mepet ke jadwal kereta api. Saya turun dari angkutan umum sengaja agak jauh dari stasiun supaya masih bisa menikmati suasana kota Sukabumi lebih dalam. Di sudut sebuah jalan saya menemukan seorang penjual rujak tumbuk yang tengah melayani pelanggannya. Aduh... rujaknya begitu menggairahkan! Saya pun ikut antri sambil mengamati bagaimana proses pembuatannya biar lebih menjiwai saat menyantap. 


Jalan Jainal Zakse
Saya makan rujaknya sambil berjalan pelan menyusuri jalan protokol. Banyak sekali angkot yang mondar-mandir atau yang sekedar menunggu penumpang di sudut-sudut jalan. Meskipun tidak membuat kemacetan, keadaan itu cukup membuat kota tampak lebih semrawut. Bagaimana pun, Sukabumi memiliki ciri khas sendiri yang membuat rindu untuk datang lagi kesana. Di luar kota Sukabumi juga banyak terdapat obyek wisata alam yang terkenal seperti Pelabuhan Ratu, Situ Gunung, dll. Sebaiknya Anda perlu mampir ke Sukabumi untuk membuktikannya sendiri.***
Ujung Jalan Juanda, saat malam menjadi pusat kuliner




Lalulintas dari arah Bandung


Bagian depan stasiun Sukabumi







RADIO FM DEKADE 80-90

Waktu masih SMA dulu saya tinggal di sebuah desa sekitar lima kilometer dari kota Sragen dengan kondisi jalan yang masih belum diaspal dan t...