Friday, March 2, 2018

RADIO FM DEKADE 80-90

Waktu masih SMA dulu saya tinggal di sebuah desa sekitar lima kilometer dari kota Sragen dengan kondisi jalan yang masih belum diaspal dan tidak ada angkutan umum yang menghubungkan kami ke kota. Rasanya jauh sekali jarak desa kami ke kota dan atmosfirnya benar-benar seperti di pelosok bumi (berbeda dengan sekarang, di luar desa kami sudah terbentang jalan tol Transjawa). 

Saya ingat benar di Sragen kala itu, kami belum memiliki stasiun radio berkanal FM dan memang saat itu radio FM masih langka bahkan di kota-kota besar. Satu-satunya radio di Sragen ya Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) berkanal AM yang menjadi hiburan lokal kami (saat ini berubah nama menjadi LPPL Buana Asri). Bersyukurnya kami masih bisa menjangkau beberapa siaran radio AM yang berlokasi di kota Solo yang berjarak sekitar 30 KM seperti radio Ramakusala, radio Imanuel, radio PTPN Rasitania (sebelum pindah ke FM) dan beberapa radio AM lainnya saya lupa. Siaran radio saat itu masih sangat dominan pengaruhnya bagi masyarakat mengingat dekade itu siaran televisi baru ada TVRI yang siarannya pun baru dimulai sekitar jam 5 sore dan berakhir jam 12 tengah malam jadi praktis tidak ada hiburan ketika siang hari kecuali radio (nuansa jaman perang banget). Ditambah lagi, dalam satu kampung mungkin hanya ada satu atau dua orang yang punya TV.

Saat itu, masyarakat secara umum sedang demam mendengarkan serial drama radio Saur Sepuh alias Brama Kumbara (termasuk saya). Hampir tiap hari saya membawa radio kecilku sambil menggembala kambing di sekitar persawahan kampung. Dan sekitar jam 4 sore, seingat saya, drama radio tersebut disiarkan oleh beberapa radio pada waktu yang berbeda dan saya yakin di seantero surakarta (bahkan pulau Jawa) orang-orang juga tengah menunggu siaran yang sama yaitu sandiwara Brama Kumbara.

Hal unik lain yang tidak bisa dialami oleh generasi muda saat ini adalah siaran berita RRI yang disiarkan hampir tiap jam sekali. Pada jamannya dulu, semua radio swasta di negeri ini memiliki kewajiban yang sama yaitu merelay siaran berita yang dipancarkan oleh RRI Programa 1 Jakarta secara langsung dari Jln Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat. Bagi saya yang waktu itu masih tergolong ABG tentu siaran tiap jam tersebut betul-betul menganggu dan menyebalkan (saya yakin yang memiliki ide tersebut gak pernah berpikir sejauh itu). Betapa tidak, tiap jam yang isinya hanya 60 menit tersebut selalu disisipi siaran berita yang cara penyampaiannya sangat formal dan kaku bagi kami yang masih muda. Buruknya, berita tersebut kadang memakan waktu lebih dari 30 menit alias setengah dari slot waktu untuk acara yang kami gemari hingga ketemu berita pada jam berikutnya (aarrrrggghhh... menyebalkan banget karena banyak acara yang kadang terpotong begitu saja ketika tiba-tiba siaran berita jam berikutnya muncul). Menurut teman saya yang juga seorang penyiar di salah satu radio di Bandung (ketika saya sudah disana), jika sebuah radio swasta tidak merelay berita dari RRI pasti akan mendapat teguran keras dan tentu akan berimplikasi terhadap radio itu sendiri (lucu kan? ... ya begitulah negeri ini waktu itu). Bersyukur kita sekarang sudah tidak mengalami lagi hal yang menurut saya sebagai bentuk monopoli informasi tersebut. 

Sekitar akhir dekade 80an saya baru mengenal siaran radio kanal FM (entah gimana awal critanya). Singkatnya, abang saya yang tukang reparasi alat elektronik merakit sebuah pesawat penerima siaran radio FM yang mampu menjangkau radio PTPN FM Solo yang belum lama pindah kanal dari AM (horee... kali pertama aku dengar siaran radio dengan kualitas audio yang bagus banget karena biasanya kami mendengarkan radio AM yang mutu suaranya apa adanya). Yang membuat saya tergila-gila pada radio FM (PTPN) saat itu adalah lagu yang disajikan adalah lagu barat dan lagu Indonesia terseleksi (pas banget ama seleraku yang memang berbeda dari selera teman sebayaku di kampung). Selain itu, audio yang digunakan untuk menyimak radio FM tersebut oleh abangku dibuat seperti mini audio system sehingga hasil suaranya benar-benar mengagumkan bagi kami.


Radio FM yang saya dengar untuk kali pertama, PTPN Rasitania Solo


Oh iya.. Untuk dapat menjangkau siaran dari radio PTPN FM (dulu masih di kanal 100.2 Mhz) maka kami perlu menambahkan antena luar yang berbentuk huruf J berbahan aluminium yang juga dijual di toko elektronika di Sragen (dan aku merasa bangga banget memiliki antena berbentuk aneh berdiri di depan rumah... sesuatu banget untuk orang-orang kampung dulu). Dengan antena tersebut saya ternyata tidak saja menerima siaran PTPN FM tetapi juga dapat menangkap radio FM baru lainnya yaitu SAS 103.3 FM yang berlokasi di Solo Baru (Wow... aku makin betah mendengar radio FM tiap hari, bahkan saat di sekolah pun ingin segera balik untuk mendengarkan radio) dan juga radio JPI FM yang kemudian menyusul pindah ke kanal FM. 


Kalau tak salah JPI itu singkatan dari Jaya Pemuda Indonesia

Saya mengenalnya sebagai radio anak muda modern saat itu dari kota satelit Solo Baru


Manusia memang tidak pernah merasa puas, begitu juga saya waktu itu yang sudah bisa mendengarkan siaran radio PTPN, SAS FM dan JPI. Saya terobsesi sekali untuk menjangkau ke wilayah yang lebih jauh. Saya yakin bahwa di luar dunia sana (di luar Solo maksudnya hehehe...) pasti ada lagi radio-radio FM yang masih bisa dijangkau. Setelah mendapat info bahwa ada antena jenis yagi yang dapat menjangkau lebih jauh lagi maka saya langsung merakit antena yagi sesuai dengan rumusnya (seingetku dulu aku suka kirim surat ke radio-radio untuk minta sticker & skema antena). Benar saja, setelah antena lama yang berbentuk J saya ganti dengan antena yagi, saya dibuat terkejut ketika radio RCT FM Semarang tiba-tiba nongol (awalnya aku gak tahu itu radio apa). Luar biasa, pikirku, karena dengan itu saya bisa mengikuti perkembangan kota Semarang di saat saya belum pernah keluar dari wilayah Solo Raya.


Radio FM asal Semarang yang pertama kali saya dengar


Dari Semarang saya tidak saja menerima siaran RCT FM, saya juga dapat menangkap sinyal radio IMELDA FM, GAJAHMADA FM, SUARA SAKTI FM dan satu radio lagi yang waktu itu saya kenal dengan nama JATAYU FM (saat ini sepertinya sudah menjadi JFM, entahlah). Saya semakin terlena menyimak acara dan lagu yang ditawarkan dari kanal FM ini yang nota bene adalah untuk anak muda berjiwa modern dan dinamis yang diindikasikan melalui acara dan lagu yang cenderung kebarat-baratan (kuyakin waktu itu aku adalah satu-satunya makhluk di desaku yang memiliki selera macam itu sementara teman sebayaku di sana masih berkutat dengan dunia lokalnya).


Radio yang memiliki kualitas audio bergema, bahkan hingga saat ini saya masih mendengarkannya

Hampir sama dengan Gajahmada FM, radio ini pun memiliki jenis audio khas

Radio ini paling sulit saya detek dari Sragen karena frekuensinya yang berdekatan dengan SAS FM


Ini logonya Suara Sakti bukan ya...? setahu saya ini logonya Suara Semarang dan saya tidak tahu mereka itu radio yang sama atau dua radio yang berbeda. Maaf kalau salah yaa..

Antena yagi adalah antena pengarah yang artinya dia perlu diarahkan kepada sumber pemancarnya untuk dapat menerima sinyal dengan optimal. Maka saya perlu memutar antena tiap kali saya memindahkan frekuensi ke radio yang kebetulan berbeda kota seperti radio RCT FM di Semarang ke radio SAS FM di Solo Baru. Dan kegiatan putar memutar antena itu lantas menjadi kebudayaan baru buat saya saat itu tanpa mengenal waktu (bisa tengah malam atau siang hari bolong). Berhubung saya tinggal di desa, saya cukup menggunakan bambu lurus yang paling tinggi di kebun untuk menopang antena yagi tersebut.


Antena yagi ganda dengan reflektor di bagian belakang. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk radio amatir seperti ORARI atau RAPI.

Antena yagi tanpa reflektor yang digunakan untuk menangkap sinyal radio FM


Antena TV berkanal UHF dengan ciri lebih pendek bilahnya dan diposisikan secara horisontal

Antena TV VHF yang merupakan generasi awal pertelevisian dengan frekuensi lebih rendah dari kanal UHF namun di atas kanal radio FM

Jenis antena radio FM lain yang lebih simpel dalam perakitan namun kualitas penangkapan lebih buruk dari antena tipe yagi. Pada awal mengenal radio FM, saya menggunakan jenis antena a (J match) karena sangat praktis.


Ini dia antena pemancar radio FM jenis jampro yang umum digunakan stasiun pemancar radio FM

Ini adalah jenis lain dari antena pemancar radio FM (mudah-mudahan benar)
Ini adalah model booster antena TV yang saya pakai untuk memperkuat penangkapan sinyal (indoor dan outdoor unit)



Kegiatan putar memutar antena tersebut tanpa sengaja memunculkan ide saya untuk mengarahkan antena ke kota-kota lain dengan harapan mendapat koleksi baru. Melalui bantuan peta buta dan kirologi (ilmu kira-kira), saya coba arahkan antena ke posisi kota Jogja dan ... Bingo! Saya sekaligus mendapatkan radio Geronimo FM, GCD FM, UNISI FM, RAKOSA FM dan Retjo Buntung (RB) FM. Sesuatu yang berada di luar dugaanku saat itu dan bisa dibayangkan betapa girangnya saya. Saya pun merasa mendapat mainan baru yang tidak membosankan dan konsekuensinya saya pun tidak pernah lepas dari radio-radio Jogja itu untuk beberapa lama sehingga melupakan Semarang dan Solo. Kelebihan antena jenis yagi adalah fokus dan optimal kepada pemancar yang diarah tetapi kelemahannya adalah memudarkan sinyal pemancar yang tidak diarah (persis seperti sifat antena yagi untuk TV). Antena yagi untuk TV lebih pendek dan diposisikan secara horisontal sedangkan antena yagi untuk FM ukurannya jauh lebih panjang dan diposisikan secara vertikal seperti posisi antena ORARI atau RAPI.



Radio favoritku dari Jogja






Setelah dapat menjangkau tiga kota tersebut lantas muncul ide gila lainnya. Saya pun menambahkan booster TV untuk menguatkan penerimaan antena yagi (awalnya spekulatif) dan hasilnya Boom!... Semua siaran radio FM yang sudah terjangkau itu menjadi jauh lebih jernih dan powerful. Rasa ingin tahu pun semakin besar. Saya coba arahkan antena secara asal ke posisi nanggung antara kota Solo dengan Semarang tetapi cenderung ke Solo dengan harapan akan muncul radio yang berada di posisi tersebut (waktu itu berharap radio dari Bandung). Dan betapa mengejutkan ketika saya mendapatkan radio POLARIS TOP FM dan GKL FM Magelang, wow girangnya bro!!


Radio anak mudanya Magelang; saya suka jingle mereka saat itu

Singkatan dari Gema Kyai Langgeng


Kegirangan saya tidak sampai di situ karena saya semakin menggila putar memutar antena hingga lupa mandi dan makan (bahkan melupakan omelan ortu wkwkwk ... kualat). Ketika saya arahkan yagi ke posisi nanggung antara Solo dan Semarang cenderung ke arah Semarang, saya berhasil menangkap sinyal radio dari Pekalongan yaitu DAMASHINTA FM (seingetku dulu bentuk tulisan dan warnanya gak seperti pada gambar di bawah). Secara geografis, Pekalongan cukup jauh dari Sragen dan hebatnya dia harus menembus wilayah Semarang yang nota bene memiliki radio bersinyal besar, tetapi DAMASHINTA FM berhasil tertangkap oleh antena yagi buatan sendiri tersebut.


Satu-satunya radio Pekalongan yang nyasar sampai Sragen, menembus wilayah Semarang yang cukup padat frekuensinya


Pernah suatu hari, semua radio di Solo tidak siaran alias turun (mungkin ada gangguan listrik di kota itu) sehingga frekuensi agak kosong dan sepi. Masih dalam posisi yagi mengarah ke Pekalongan itu saya menangkap sinyal yang agak lemah tetapi modulasinya cukup besar sehingga terdengar jelas suara penyiarnya di antara suara desis frekuensinya (saat itu pada 100.5 Mhz). Lagi-lagi saya dibuat kaget ketika mendengar penyiar menyebutkan kata Jakarta di belakang nama radio tersebut. Awalnya saya mendengar seperti kata MASEHI sebagai nama radio itu. Rasa penasaran yang besar semakin membuat saya sabar menunggu hingga penyiar menyebutkan nama radio beberapa kali berikutnya. Dan pada akhirnya saya tahu bahwa itu adalah radio MUSTANG FM. Hanya sekali saya menangkap sinyal radio MUSTANG FM (hari itu saja) karena selanjutnya frekuensinya terinjak oleh radio-radio di Solo dan Semarang yang secara geografis berada lebih dekat dari Sragen sehingga sinyalnya terlalu besar dan lebar (nyeplet). Dan itu adalah rekor terjauh saya dalam menjangkau sinyal radio FM saat itu.


Radio FM Jakarta yang saya dengar pertama kali langsung dari Sragen


Solo, Semarang, Jogja, Magelang, Pekalongan, dan Jakarta adalah kota yang berada di sebelah barat Sragen jika dilihat secara umum pada peta. Saya lupa bahwa di sebelah timur Sragen juga terdapat kota berukuran madya seperti Madiun dan Malang serta kota berukuran besar seperti Surabaya. Saya sengaja mengabaikan kota kecil dengan keyakinan bahwa di kota kecil pasti belum terdapat pemancar radio berkanal FM pada waktu itu. Maka untuk pertama, saya arahkan yagi ke kota Madiun (kira-kira begitu). Tetapi saya tidak mendapatkan apa-apa di sana bahkan semua sinyal dari arah barat pun ikut melemah karena posisi antena mengarah berlawanan. Saya sempat berpikir bahwa Madiun belum punya radio berkanal FM, tetapi pada akhirnya saya tahu bahwa di Madiun saat itu sudah ada sebuah radio FM (saya lupa namanya) namun kebetulan frekuensinya bertumbukan dengan frekuensi salah satu radio di Semarang sehingga posisinya kalah kuat.

Hal yang sama pun terjadi ketika saya arahkan yagi ke kota Malang. Saya tak menangkap apa-apa dari arah tersebut. Namun pada hari tertentu dimana pada saat frekuensi agak kosong seperti kejadian di atas, saya berhasil menjangkau radio KALIMAYA BHASKARA FM Malang meskipun dalam waktu yang tidak lama karena keburu radio Solo naik lagi. Tetapi berbeda situasi ketika yagi saya arahkan ke kota Surabaya. Saya berhasil menangkap sinyal kuat radio EBS FM yang benar-benar kuat seperti sinyal radio dari Solo (padahal secara jarak tidak bisa dibanding). Bahkan beberapa kali saat radio RCT FM semarang turun, saya berhasil menangkap sinyal radio ISTARA FM yang pada waktu itu frekuensinya berdekatan dengan frekuensi RCT FM. Satu radio lagi yang tidak kalah power nya adalah SCFM yang berfrekuensi di 104.75 Mhz. Waktu itu SCFM adalah radio yang berjaringan dengan Trijaya FM Jakarta. Mereka adalah satu group dengan RCTI dan SCTV yang pada masanya masih merupakan dalam satu kelompok perusahaan (setidaknya itu yang saya dengar dulu). SCFM sendiri setahu saya kepanjangan dari Surya Cakra dimana Surya adalah sebutan lain dari kota Surabaya. Belakangan ini saya ketahui kalau Trijaya FM Jakarta telah berubah menjadi Trijaya Sindo FM. Apakah SCFM telah berubah atau tetap sama, saya tidak tahu lagi. 


Salah satu radio yang menjadi favoritku; seingatku dulu frekuensinya tidak di 105.9 Mhz

Radio yang selalu ingin ku dengar tetapi sulit karena selalu tertutup oleh radio lain
Saat itu radio ini bersaudara dengan Trijaya FM Jakarta

Radio anak muda kota Malang


Di kampung saya yang telah mulai menjamur fenomena radio FM bagi kalangan anak-anak mudanya pun terjadi persaingan konyol. Masing-masing orang saling mencari target radio baru yang lebih jauh atau setidaknya yang belum ditangkap sebelumnya. Persaingan aneh tersebut menyebabkan berkurangnya kualitas waktu untuk menikmati acara dari radio yang ada karena kami malah terlena dengan kegiatan putar-memutar antena yagi yang berpenampilan garang dan aneh bagi orang kampung saat itu. Selain persaingan dari segi penangkapan sinyal, kami juga secara tak disadari bersaing dari sisi kualitas audio. Hasilnya, kenorakan pun muncul karena masing-masing orang berlomba untuk memasang volume tinggi tiap mendengar radio dan itu sangat berisik sekaligus mengganggu (waktu itu kami betul-betul gak peduli dan egois).

Setelah beberapa tahun berlalu, barulah bermunculan beberapa radio lain seperti radio Candi Sewu FM dan RWK FM Klaten, jaringan POP FM termasuk POP FM Sragen dan radio ASRI Sragen yang juga hijrah dari AM. Tidak hanya itu, di kota-kota yang saya sebut di atas pun makin bertambah banyak radio FM bermunculan tetapi saya sudah tidak lagi mengikutinya karena saya harus pindah ke Bandung setelah lulus sekolah. Dan di Bandung saya dapat dengan leluasa menyimak lebih banyak radio FM tanpa harus repot memutar antena untuk dapat mendengarnya. 








Pada awal di Bandung, telinga saya sangat dimanjakan oleh radio ARDAN FM, OZ FM (dulu baru ada di Bandung), RASE FM (tempat Ronald Suryapraja siaran), MGT FM dan radio jazz KLCBS FM. Di Bandung pada saat itu telah terdapat banyak sekali radio berkanal FM. Dan menurut saya Bandung memiliki radio FM paling banyak kedua setelah Jakarta. Salah satu radio di Bandung yang jadi favoritku adalah radio ANTASSALAM FM karena mereka memutarkan lagu pop Sunda yang bagi saya adalah barang baru waktu itu. Saya gemar merekam jingle radio terutama jingle produksi non lokal.


Jingle (Radio ID) Antassalam sangat khas dan mengesankan sekali buat saya

Radio anak muda Bandung

Radio khusus penikmat musik jazz





Selama kurang lebih dua belas tahun saya hidup di Bandung, banyak radio FM bermunculan dan konyolnya saya pernah mendata semua radio di Bandung dari frekuensi paling bawah (Hardrock FM) hingga frekuensi paling tinggi (PR FM). Seingatku, ada lebih dari 30 pemancar radio FM yang berada di wilayah Bandung Raya saat itu. Tahun 2004, pemerintah merapikan semua frekuensi radio FM di seluruh Indonesia dan hasilnya banyak radio yang terpaksa harus geser frekuensi atau bahkan berpindah jauh dari posisi semula. Di Bandung, radio yang tidak bergeser frekuensi akibat kebijakan pemerintah tersebut adalah RASE FM yang masih tetap pada 102,3 Mhz hingga sekarang.

Sekitar tahun 2006, saya pindah ke Jakarta dan saya akhirnya menemukan MUSTANG FM lagi meski sudah tidak pada frekuensi yang sama. Di Jakarta saya lebih dimanjakan oleh berbagai macam radio FM. Dan satu hal yang membuat saya heran pada awalnya adalah betapa besarnya daya pancar transmiter radio-radio FM di Jakarta yang rata-rata berada di gedung-gedung pencakar langit sehingga mampu menjangkau wilayah yang sangat luas dan jauh. Satu hal lagi adalah penyiar radio di Jakarta adalah para celebritas seperti penyanyi, komedian, bintang sinetron dan lain-lain yang tidak asing bagi orang Indonesia. Dari sekian banyak radio di Jakarta, saya memiliki beberapa radio favorit yang sering saya simak seperti JAK FM, KIS FM, THE MOST RADIO (dulu LITE FM), PRAMBORS FM, MUSTANG FM, MSTRI FM, TRAX FM, INDIKA FM, DELTA FM, dan beberapa radio lainnya.


Radio yang memainkan lagu sesuai dengan umur dan seleraku

Sekarang telah berubah nama lagi menjadi The Most Radio

Sekarang telah pindah frekuensi ke 88 Mhz

Ronald & Tike menyapa Anda setiap hari di sini

Dulu namanya masih Prambors Rasisonia; Radio Siaran Sosial Niaga

Saat ini telah terbangun jaringan Trax FM di beberapa kota besar

Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan teknologi, kita sekarang dimudahkan untuk menangkap siaran radio FM sehingga radio AM pun semakin ditinggalkan (jangan-jangan udah gak ada). Hal itu membuat orang menjadi tawar terhadap kualitas siaran FM karena mereka menganggapnya wajar saja. Saya dulu menganggapnya bagus karena sempat membandingkan dengan mutu siaran AM yang jauh di bawah kualitasnya. Selain itu, jangkauan radio FM pun saat ini semakin luas karena power yang dipancarkan lebih kuat sehingga orang di kampung pun serta merta tidak perlu melakukan hal konyol seperti yang saya lakukan dulu (wkwkwk kesian deh gue..). Hal tersebut lantas secara perlahan juga akan membangun stigma bagi orang kampung seperti saya yang menganggap radio FM itu bukan apa-apa lagi alias tidak ada istimewanya dan hanya sekedar hiburan tak ubahnya seperti bentuk hiburan lainnya.

Saat ini kita semua bisa menikmati siaran radio dari mana saja selama masih ada jaringan internet dalam gadget kita. Bahkan saya sendiri sesekali mendengarkan radio dari Amerika Serikat atau dari benua lain seolah bagaikan dari kota yang sama. Dan saya pun memanfaatkan fasilitas ini untuk bernostalgia dengan radio-radio tersebut di atas (meskipun ada beberapa yang tidak streaming). Tetapi ada sesuatu yang hilang dengan kemudahan yang diberikan saat ini. Saya ternyata tidak bisa memaknai dengan nilai yang sama seperti dulu ketika masih direpotkan dengan putar memutar, turun naik antena, dll.
Jayalah radio! Sekali di udara tetap di udara! (nyontek slogan RRI, hehehe...)

Induk dari semua radio di Indonesia
Kampung halamanku adalah Desa Bandungsogo, Kec. Ngrampal, Kab. Sragen - Jawa Tengah


Disclaimer:
Semua gambar yang tampak bukan milik pribadi penulis, melainkan diambil dari berbagai sumber di internet. 

Jika Anda ingin bernostalgia dengan jingle radio-radio tersebut pada saat itu, sila dengarkan melalui pranala berikut:
Jingle Radio FM di Indonesia 1
Jingle Radio-Radio di Bandung
Jingle Radio FM di Indonesia 2

Saturday, December 13, 2014

Kabupaten Sragen Jawa Tengah Indonesia

TAMAN SEMANGGI - JAKARTA

TAMAN SEMANGGI - JAKARTA

Taman ini terletak di dalam bundaran Semanggi. Jika dilihat dari udara, Bundaran Semanggi berbentuk lingkaran-lingkaran yang menghubungkan Jl. Sudirman dengan Jl. Gatot Subroto. Bundaran Semanggi sendiri dibangun olen presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Pada saat itu, pusat kota Jakarta masih di sekitar Monas.



Jika dilihat dari bawah, kita tidak akan bisa membayangkan bagaimana bentuk aslinya. Bahkan saya sering bingung waktu lewat jalan tersebut melalui jalur lambat karena tampak membingungkan arahnya. Saat ini pemerintah provinsi DKI tengah giat-giatnya menghijaukan kota Jakarta baik dengan menormalisasi lahan atau mengoptimalkan lahan yang ada untuk Ruang Terbuka Hijau. Salah satu lahan yang digarap adalah Taman Semanggi. Saya melihat pemerintah provinsi begitu serius menata ruang terbuka hijau yang ada di ibu kota. Hasilnya, semua taman kota menjadi lebih hijau dan terawat dengan banyak. Tidak sampai situ karena pemerintah juga menambah lagi beberapa ruang terbuka hijau.

Barangkali taman ini akan menjadi taman yang paling aman dari warga yang suka iseng merusak atau menduduki fasilitas umum di kota Jakarta. Hal itu lebih dikarenakan lokasi Taman Semanggi yang tidak mudah diakses oleh warga karena diposisikan di tengah persimpangan jalan yang tidak ada tempat untuk parkir baik roda dua maupun roda empat. Bahkan pejalan kaki pun tentu akan jarang melewati taman tersebut karena memang tidak dirancang untuk mereka. Kita semua tahu bahwa setiap fasilitas umum di ibu kota terutama yang berbentuk ruang terbuka ujung-ujungnya akan diokupasi oleh para pedagang asong, pedagang kopi keliling, pemulung, tukang ojek, pengemis, gelandangan dll. yang selain memperburuk pemandangan, juga merusak. Mereka seenaknya buang sampah atau menggunakan fasilitas umum seolah milik sendiri. Di sisi lain, petugasnya tidak tegas menanganinya sehingga makin hari makin bertambah banyak.



Momen yang paling nyaman untuk menikmati Taman Semanggi adalah pada saat hari minggu. Pada jam 7 hingga jam 11 siang, Jl. Sudirman dibebaskan dari semua kendaraan untuk keperluan Car Free Day. Nah, saat itu lah warga dapat leluasa mondar-mandir beratus kali di sekitar Taman Semanggi. Warga bebas duduk-duduk di pinggirnya sambil berfoto atau hanya sekedar menikmati udara sejuk dan pemandangannya yang indah. 

Satu hal yang membuat Taman Semanggi lebih spesial adalah karena dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi di sekitarnya. Pemandangan kontras yang justru menambah daya tarik tersendiri buat berfoto ria. Apalagi pada saat Car Free Day, jalanannya benar-benar terbebas dari kendaraan sehingga tampak lebih bersih.



Putaran menuju Jl. Gatot Subroto, latar belakang Gedung BRI

Suasana saat Car Free Day, latar belakang BEJ

Bagi Anda yang ingin menikmati Taman Semanggi, silakan bergabung dalam kegiatan Car Free Day setiap hari Minggu. Di sana Anda dapat melakukan berbagai kegiatan seperti jogging, jalan santai, sepeda santai, menikmati waktu bersama keluarga, melihat atraksi dadakan, belanja-belanja, dan tidak lupa wisata kuliner. Anda bisa mampir ke GBK Senayan, Bundaran HI, atau Monas untuk melihat event-event yang biasa diadakan oleh para sponsor atau duduk-duduk saja di sekitar Taman Semanggi.

RADIO FM DEKADE 80-90

Waktu masih SMA dulu saya tinggal di sebuah desa sekitar lima kilometer dari kota Sragen dengan kondisi jalan yang masih belum diaspal dan t...